Mendengkur telah lama dikaitkan dengan banyak penyakit jantung, pembuluh
darah, dan stroke. Kini, sekelompok peneliti dari Korea mencoba melihat
hubungan antara ngorok, sleep apnea, dengan risiko stroke dan demensia lewat pengamatan pada perubahan substansia alba otak.
Suara dengkuran selama ini dianggap sebagai suara yang mengganggu. Namun, kenyataannya, ngorok bisa menjadi suatu tanda yang membahayakan. Bahaya tersebut adalah sebuah penyakit tidur bernama sleep apnea.
Sleep apnea artinya henti napas saat tidur yang mempunyai dua gejala utama, yaitu mendengkur dan kantuk berlebihan di siang hari. Pada saat tidur, penderitanya mengalami penyempitan saluran napas hingga mengganggu aliran udara. Bahkan, walau gerak napas tetap ada, aliran udara terputus seolah tercekik dalam tidur. Akibat sesak, penderita akan terbangun singkat untuk bernapas. Namun, ia tak akan sadar jika sepanjang malam terbangun-bangun dari tidur.
Kadar oksigen pada tubuh akan turun dan naik selama tidur. Aktivitas simpatis juga meningkatkan kekentalan darah dan merusak dinding pembuluh darah. Kedua mekanisme ini yang diduga mengakibatkan perubahan pada struktur substansia alba di otak.
Penelitian
Penelitian yang diterbitkan pada jurnal kedokteran tidur SLEEP ini ingin melihat hubungan derajat keparahan mendengkur dengan perubahan pada struktur white matter/substansia alba otak. Perubahan pada substansia alba dikaitkan dengan berkembangnya stroke dan demensia.
Sebanyak 503 orang peserta diperiksa di laboratorium tidur untuk mengetahui derajat keparahan dengkuran/sleep apnea-nya. Para peserta, dengan berbagai derajat keparahan sleep apnea ini, diperiksa struktur otaknya dengan menggunakan magnetic resonance imaging (MRI).
Keparahan sleep apnea dilihat dari indeks henti napas per jam apnea hypopnea index (AHI). AHI kurang dari lima dinyatakan normal, tak menderita sleep apnea. AHI 5-15 kali per jam merupakan sleep apnea ringan. AHI 16-30 sleep apnea sedang dan AHI lebih dari 30 kali per jam adalah sleep apnea yang berat.
Hasilnya, pendengkur dengan sleep apnea sedang dan berat mempunyai risiko dua kali lipat untuk alami perubahan pada substansia alba-nya. Artinya, pendengkur, jika menderita sleep apnea sedang-berat, punya risiko dua kali lipat untuk menderita stroke atau demensia.
"Sleep apnea" dan stroke
Penelitian ini sejalan dengan peneliti sebelumnya di tahun 2005 pada American Journal of Hypertension yang juga mengaitkan sleep apnea dengan stroke. Namun, kelompok peneliti ini lebih melihat efek penurunan kadar oksigen pada sleep apnea dengan angka kejadian stroke. Dua kelompok peneliti berbeda di Jepang juga melakukan penelitian yang sama. Keduanya menemukan tingginya angka penderita gangguan pembuluh darah otak dengan derajat keparahan sleep apnea.
Perawatan "sleep apnea"
Ngorok sudah tak dapat diabaikan lagi. Namun, jangan salah dimengerti. Keparahan sleep apnea dilihat dari derajat henti napasnya, bukan dari volume suara dengkuran. Berbagai penelitian semuanya melihat dari henti napas yang dialami pendengkur, tidak pada volume suara atau seberapa mengganggunya suara dengkuran tersebut.
Untuk mengetahui seorang pendengkur menderita sleep apnea atau tidak, diperlukan pemeriksaan saksama di laboratorium tidur.
Perawatan nantinya ditentukan dari hasil pemeriksaan tidur. Sementara ini, yang paling banyak digunakan adalah perawatan dengan gunakan continuous positive airway pressure (CPAP). Sebuah alat yang meniupkan tekanan positif ke hidung pasien untuk menjaga agar saluran napas tetap membuka saat tidur.
Perawatan sleep apnea ditujukan untuk mengatasi henti napas agar kesehatan dan kualitas hidup tetap terjaga serta menghindari cedera lebih lanjut pada otak. Tentu saja suara dengkuran pun akan hilang nantinya.
Suara dengkuran selama ini dianggap sebagai suara yang mengganggu. Namun, kenyataannya, ngorok bisa menjadi suatu tanda yang membahayakan. Bahaya tersebut adalah sebuah penyakit tidur bernama sleep apnea.
Sleep apnea artinya henti napas saat tidur yang mempunyai dua gejala utama, yaitu mendengkur dan kantuk berlebihan di siang hari. Pada saat tidur, penderitanya mengalami penyempitan saluran napas hingga mengganggu aliran udara. Bahkan, walau gerak napas tetap ada, aliran udara terputus seolah tercekik dalam tidur. Akibat sesak, penderita akan terbangun singkat untuk bernapas. Namun, ia tak akan sadar jika sepanjang malam terbangun-bangun dari tidur.
Kadar oksigen pada tubuh akan turun dan naik selama tidur. Aktivitas simpatis juga meningkatkan kekentalan darah dan merusak dinding pembuluh darah. Kedua mekanisme ini yang diduga mengakibatkan perubahan pada struktur substansia alba di otak.
Penelitian
Penelitian yang diterbitkan pada jurnal kedokteran tidur SLEEP ini ingin melihat hubungan derajat keparahan mendengkur dengan perubahan pada struktur white matter/substansia alba otak. Perubahan pada substansia alba dikaitkan dengan berkembangnya stroke dan demensia.
Sebanyak 503 orang peserta diperiksa di laboratorium tidur untuk mengetahui derajat keparahan dengkuran/sleep apnea-nya. Para peserta, dengan berbagai derajat keparahan sleep apnea ini, diperiksa struktur otaknya dengan menggunakan magnetic resonance imaging (MRI).
Keparahan sleep apnea dilihat dari indeks henti napas per jam apnea hypopnea index (AHI). AHI kurang dari lima dinyatakan normal, tak menderita sleep apnea. AHI 5-15 kali per jam merupakan sleep apnea ringan. AHI 16-30 sleep apnea sedang dan AHI lebih dari 30 kali per jam adalah sleep apnea yang berat.
Hasilnya, pendengkur dengan sleep apnea sedang dan berat mempunyai risiko dua kali lipat untuk alami perubahan pada substansia alba-nya. Artinya, pendengkur, jika menderita sleep apnea sedang-berat, punya risiko dua kali lipat untuk menderita stroke atau demensia.
"Sleep apnea" dan stroke
Penelitian ini sejalan dengan peneliti sebelumnya di tahun 2005 pada American Journal of Hypertension yang juga mengaitkan sleep apnea dengan stroke. Namun, kelompok peneliti ini lebih melihat efek penurunan kadar oksigen pada sleep apnea dengan angka kejadian stroke. Dua kelompok peneliti berbeda di Jepang juga melakukan penelitian yang sama. Keduanya menemukan tingginya angka penderita gangguan pembuluh darah otak dengan derajat keparahan sleep apnea.
Perawatan "sleep apnea"
Ngorok sudah tak dapat diabaikan lagi. Namun, jangan salah dimengerti. Keparahan sleep apnea dilihat dari derajat henti napasnya, bukan dari volume suara dengkuran. Berbagai penelitian semuanya melihat dari henti napas yang dialami pendengkur, tidak pada volume suara atau seberapa mengganggunya suara dengkuran tersebut.
Untuk mengetahui seorang pendengkur menderita sleep apnea atau tidak, diperlukan pemeriksaan saksama di laboratorium tidur.
Perawatan nantinya ditentukan dari hasil pemeriksaan tidur. Sementara ini, yang paling banyak digunakan adalah perawatan dengan gunakan continuous positive airway pressure (CPAP). Sebuah alat yang meniupkan tekanan positif ke hidung pasien untuk menjaga agar saluran napas tetap membuka saat tidur.
Perawatan sleep apnea ditujukan untuk mengatasi henti napas agar kesehatan dan kualitas hidup tetap terjaga serta menghindari cedera lebih lanjut pada otak. Tentu saja suara dengkuran pun akan hilang nantinya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar