Para ahli menyatakan, coronavirus baru yang
ditemukan di Timur Tengah diduga mudah sekali menular antar manusia dan
lebih mematikan dibanding SARS.
Dalam setahun terakhir ini ,Badan Kesehatan Dunia WHO telah mencatat setidaknya 60 kasus akibat serangan virus misterius yang juga dikenal dengan nama Middle East Respiratory Syndrome (MERS) ini. Sebanyak 38 korban di antaranya meninggal, dan kebanyakan kasus berasal di Arab Saudi. Sejauh ini, coronavirus tak menyebar secepat virus SARS pada 2003, yang merenggut 800 orang.
Tim ahli internasional yang meneliti 24 kasus MERS di Arab Saudi bagian timur menemukan bahwa coronavirus baru ini ternyata punya kemiripan dengan SARS. Namun, berbeda dengan SARS, peneliti belum dapat mengungkap sumber dari MERS.
Yang menjadi kekhawatiran menurut tim ahli adalah MERS bukan cuma mudah menular antarmanusia, tetapi juga dapat menyebar di dalam rumah sakit. Hal yang juga terjadi pada kasus SARS.
"Bagi saya MERS sangat mirip SARS," kata Dr. Trish Perl, epidemiologis senior dari Johns Hopkins Medicine, yang merupakan bagian dari tim peneliti. Tim ahli ini telah mempublikasikan temuannya dalam New England Journal of Medicine edisi online.
Perl menambahkan, timnya belum dapat memastikan bagaimana virus ini menyebar pada setiap kasus, apakah itu melalui tetesan cairan dari bersin atau batuk, atau jalur lain yang tidak langsung. Beberapa pasien di rumah sakit tidak berdekatan lokasinya dengan seorang yang terinfeksi, tapi mereka tetap dapat tertular virus misterius ini.
"Dalam kondisi yang tepat, penyebarannya bisa saja meledak", ungkap Perl yang menekankan bahwa tim ahli hanya meneliti satu kluster MERS di Arab Saudi.
Kasus infeksi coronavirus sejauh ini terus bertambah, dan tampaknya akan menjadi wabah di Arab Saudi. Kasus MERS telah dilaporkan di beberapa negara seperti Jordania, Qatar, Uni Emirat Arab, Ingris, Prancis, Jerman, Italia dan Tunisia. Kebanyakan kasus ditemukan di negara-negara yang punya hubungan langsung dengan kawasan Timur Tengah.
Perl mengatakan, pada kluster yang diteliti di Arab Saudi, beberapa pasien ternyata dapat menginfeksi lebih banyak orang. Seorang pasien yang sedang menjalani perawatan dialisis ditemukan dapat menyebarkan MERS kepada 7 pasien lain.
Perl dan timnya juga menyimpulkan gejala MERS dan SARS sama. Penyakit ini dimulai dengan demam dan batuk selama beberapa hari, sebelum berkembang menjadi pneumonia. Namun MERS tampaknya lebih mematikan. Pasalnya, dibandingkan SARS yang rata-rata kematiannya hanya 8 persen, tingkat kefatalan MERS dapat mencapai hingga 65 persen.
Sumber virus MERS pun masih misterius, beda halnya dengan SARS yang jejaknya ditemukan pada kelelawar sebelum menular ke manusia lewat musang. MERS mungkin saja terkait dengan virus kelelawar, tetapi beberapa ahli berpendapat penyakit ini bisa berasal dari unta atau kambing. Hipotesa lainnya, kelelawar yang terinfeksi mungkin mencemari sumber pangan seperti kurma, yang banyak ditanam dan dikonsumsi di Arab Saudi.
Dalam setahun terakhir ini ,Badan Kesehatan Dunia WHO telah mencatat setidaknya 60 kasus akibat serangan virus misterius yang juga dikenal dengan nama Middle East Respiratory Syndrome (MERS) ini. Sebanyak 38 korban di antaranya meninggal, dan kebanyakan kasus berasal di Arab Saudi. Sejauh ini, coronavirus tak menyebar secepat virus SARS pada 2003, yang merenggut 800 orang.
Tim ahli internasional yang meneliti 24 kasus MERS di Arab Saudi bagian timur menemukan bahwa coronavirus baru ini ternyata punya kemiripan dengan SARS. Namun, berbeda dengan SARS, peneliti belum dapat mengungkap sumber dari MERS.
Yang menjadi kekhawatiran menurut tim ahli adalah MERS bukan cuma mudah menular antarmanusia, tetapi juga dapat menyebar di dalam rumah sakit. Hal yang juga terjadi pada kasus SARS.
"Bagi saya MERS sangat mirip SARS," kata Dr. Trish Perl, epidemiologis senior dari Johns Hopkins Medicine, yang merupakan bagian dari tim peneliti. Tim ahli ini telah mempublikasikan temuannya dalam New England Journal of Medicine edisi online.
Perl menambahkan, timnya belum dapat memastikan bagaimana virus ini menyebar pada setiap kasus, apakah itu melalui tetesan cairan dari bersin atau batuk, atau jalur lain yang tidak langsung. Beberapa pasien di rumah sakit tidak berdekatan lokasinya dengan seorang yang terinfeksi, tapi mereka tetap dapat tertular virus misterius ini.
"Dalam kondisi yang tepat, penyebarannya bisa saja meledak", ungkap Perl yang menekankan bahwa tim ahli hanya meneliti satu kluster MERS di Arab Saudi.
Kasus infeksi coronavirus sejauh ini terus bertambah, dan tampaknya akan menjadi wabah di Arab Saudi. Kasus MERS telah dilaporkan di beberapa negara seperti Jordania, Qatar, Uni Emirat Arab, Ingris, Prancis, Jerman, Italia dan Tunisia. Kebanyakan kasus ditemukan di negara-negara yang punya hubungan langsung dengan kawasan Timur Tengah.
Perl mengatakan, pada kluster yang diteliti di Arab Saudi, beberapa pasien ternyata dapat menginfeksi lebih banyak orang. Seorang pasien yang sedang menjalani perawatan dialisis ditemukan dapat menyebarkan MERS kepada 7 pasien lain.
Perl dan timnya juga menyimpulkan gejala MERS dan SARS sama. Penyakit ini dimulai dengan demam dan batuk selama beberapa hari, sebelum berkembang menjadi pneumonia. Namun MERS tampaknya lebih mematikan. Pasalnya, dibandingkan SARS yang rata-rata kematiannya hanya 8 persen, tingkat kefatalan MERS dapat mencapai hingga 65 persen.
Sumber virus MERS pun masih misterius, beda halnya dengan SARS yang jejaknya ditemukan pada kelelawar sebelum menular ke manusia lewat musang. MERS mungkin saja terkait dengan virus kelelawar, tetapi beberapa ahli berpendapat penyakit ini bisa berasal dari unta atau kambing. Hipotesa lainnya, kelelawar yang terinfeksi mungkin mencemari sumber pangan seperti kurma, yang banyak ditanam dan dikonsumsi di Arab Saudi.